Jangan pernah melakukan perjalanan cinta tanpa perbekalan, seperti memasuki medan pertempuran tanpa senjata, seperti menyelam ke dalam samudera Atlantik tanpa tabung Oxygen. Jangan pernah memulai pertandingan tanpa strategi. Padahal pemain belakang kita sering berselisih dengan kiper. Begitulah seharusnya cinta terumpamakan setelah kenyakinannya telah menari dalam rasa seni ketika kita menuai tujuan cinta ke dalam sebuah keputusan.

Membuat sebuah keputusan berarti melahirkan sebuah kepentingan, didalam sebuah kepentingan selalu ada tujuan. Jika cinta belum memiliki tujuan, maka jangan salahkan arah mata angin yang tidak menentu, ketika ia tidak bisa berkomunikasi denganmu, saat kau meremehkan urgensi sebuah kompas ditengah hutan belantara hasrat, nafsu juga pertarungan harga diri ini.

Setelah kita menelusuri wajah kepribadian seseorang, lalu kita menelaah semua aspek efektifitas dari hasil keputusan kita. Setelah kita mengalahkan pemberhalaan cinta dalam diri kita. Maka kelas berikutnya yang harus kita telusuri adalah kemana mata angin jati diri ini akan kita bawa?

Seperti halnya cinta sebagai tanggung jawab untuk merawat dan memelihara. Sadarilah bahwa cinta itu seperti membangun rumah. Ia harus memiliki fase demi fase yang yang jelas. Membicarakan rumah berarti membicarakan keberadaan atap, dinding hingga pondasi rumah. Beginilah cinta harusnya diposisikan, agar efektifitas dan produktifitasnya jelas. Anda boleh tidak sepakat dengan pendapat ini, jika anda hanya melihat cinta seperti kebahagiaan instant atau sekedar hasrat dari kolaborasi gombalisasi dan kondomisasi.

Ingatlah selalu, bahwa hidup tidak mengenal siaran tunda. Pada ruang dimana kita dituntut untuk menyimak dari misteri akar hingga prosa dari efek hidup fotosintesis dari hakikat hidup itu sendiri. Disaat itulah kita dituntut untuk tidak gegabah dalam merangkai cinta. Mengatakan cinta berarti memperjelas isi hati kita, harusnya pada saat itu juga kita harus menerima dengan jelas kemana arah mahligai cinta kita itu akan kita bawa.

Menyatukan cinta berarti menumbuh kembangkan potensi kehidupan dari sinergitas dua kepribadian, dimana didalam kepribadian itu bertumpu titik minus dan plus. Sadarilah, dari kedua titik tersebut kita harus lebih tersadarkan bahwa cinta adalah sebuah peperangan jiwa dalam sebuah reduksi kehidupan bernama tanggung jawab. Konfrontasi monumentalnya adalah membawa semua momentum jiwa kepada keseimbangan proporsi emosional dan rasional untuk bisa menjaga naluri tetap dalam keseimbangan poros hidup yang membahagiakan semua pihak yang terikat dalam jaring kekeluargaan didalamnya. Perang disini tidak bicara tentang invasi, pembantaian hingga konfrontasi senjata, tapi dalam perang ini, kita lebih banyak berperang melawan diri kita sendiri. Kita dituntut untuk menelaah kepribadian bukan hanya dari sudut kita, tapi juga dari situ kita bisa mengkombinasikan sisi minus dan plus, untuk menjadi sumber arus listrik kehidupan, seperti batu baterai yang menyalakan lampu bohlam dimalam hari, maka jika kita mau belajar lagi tentang tujuan cinta. dari situ kita akan mengerti dalam proses merawat dan memelihara cinta juga memiliki definisi yang lain yaitu kerjasama.

Seperti memimpin sebuah perahu, tidak boleh ada 2 nakhoda disana. Karena jika cinta adalah medan perang, kita membutuhkan satu pemimpin untuk memimpin barikade pasukan menuju kemenangan kehidupan. Maksudnya adalah setiap konsep dan tujuan harus dikelola dengan satu kepemimpinan, jika ada dua jenderal duduk bersama memimpin perang, maka yang terjadi bukan sebuah maksimalitas pertempuran. Percayalah perpecahan akan lebih banyak terasa disana, karena dua jenderal yang duduk bersama itu akan sama – sama merasa jenderal, merasa pintar, merasa konsepnya lebih baik untuk dijalankan. Kehadiran dua pemimpin satu bahtera akan lahirkan kekerasan pendapat yang beradu, hal seperti ini justru akan mematikan efektifitas dari kehadiran cinta, bahkan akan lebih banyak melahirkan kedangkalan emosional.

Jika cinta adalah kerjasama, maka tujuan dari cinta ibarat merangkai benang sejarah kehidupan. Dalam prosesnya kesemua itu membutuhkan bargaining positioning yang jelas, dan dituntun dalam pemahaman ilmu yang kuat. Inilah kualitas sinergitas yang akan mengarahkan kita kepada apa yang sering kita sebut produktifitas hidup.

Inilah perbedaan cinta yang hakiki dengan cinta yang lahir hanya karena birahi. Cinta yang hakiki selalu menempatkan arah pada posisi yang tepat, ia di hadirkan dengan rasa tanggung jawab. Sedangkan cinta yang lahir karena birahi lebih banyak hidup dalam keterpaksaan dan kebosanan. Itu semua karena mereka tidak mampu menghidupkan alur permainan cinta dalam managemen kehidupan dengan keikhlasan ilmu yang kuat.

Seorang lelaki ditakdirkan untuk menjadi pemimpin, maka cukuplah laki – laki bermain sebagai jenderal. Rasa tanggung jawabnya melahirkan konsep konsep yang mengarahkan ikatan cinta pada produktifitas kehidupan, dimana didalamnya asmara tanggung jawab bergelut mesra dengan doa dan ikhtiar.

Ibarat sebuah perahu, maka peran wanita bagaikan layar yang menyeimbangkan perahu dengan arah mata angina untuk melaju menembus ombak dalam luas samudera kehidupan, Atau seperti sayap ketika sebuah pesawat mengangkasa membelah langit. Pada saat sinergi itu berhasil kita hidupkan berarti cinta telah mulai menemukan tujuan sebenarnya.

Sinergi ini hanyalah trigger awal, untuk memperjelas sebuah arah mengapa cinta harus dihadirkan. Bukanlah cinta, jika kita tidak memiliki tujuan dalam menghadirkannya dalam hidup kita. Partisi dari rangkaian jejak jejak jawaban dari misteri dari tujuan cinta itulah yang harus kita telaah lebih dalam. Bersinergi berarti harus menghasilkan sebuah hasil kerja kehidupan yang produktif. Hasil kerja disini adalah manfaat kehidupan.

Peran kesejatian cinta pada dasarnya adalah memberi manfaat. Manfaat disini dimulai dari sinergi kepentingan pribadi baik dari sisi laki – laki dan perempuan. Awalnya mereka hanya merasakan cinta didalam hati mereka. Perasaan suka, kagum berbalut dalam hasrat manusiawi, begitu indah warnanya jika hasrat itu tersalurkan dalam rangkaian ibadah yang diikat dalam ikatan langit. Karena jika fase itu sudah kita pahami, saya yakin akan lebih mudah untuk memahami mengapa kehadiran cinta harus bersemi pada tujuan tujuan dari manfaat bagi kehidupan itu sendiri.

Akan berbeda jika orang hanya mendefinisikan tujuan percintaannya pada ruang emosional hasrat kedagingannya. Kebanyakan dari mereka sudah kalah sebelum berperang, kekalahan mendasar dalam perjalanan cinta mereka adalah ketidakmampuan mereka menang melawan hawa nafsu mereka. Karena itulah kehadiran dari tujuan cinta mereka hanya terwarna indah dalam ‘kemuliaan’ sebuah kondom dan harga satu malam sebuah kamar hotel.

Kita harusnya tidak sedungu itu untuk sulit mengerti, bahwasanya dua ekor kambing yang dimabuk asmarapun akan tidak memiliki malu untuk melakukan interaksi seksual tanpa aturan dan batasan batasan dari rasa malu itu sendiri. Kita yang dilahirkan sebagai manusia telah diberikan akal, perasaan dan yang lebih utama adalah iman, yang dari kehadiran semua itu, sebaiknya tidak kita jadikan sebuah beban kehidupan atas aturan – aturan baku yang tidak sedikit orang menganggap itu sebagai kekangan dari kebebasan. Padahal tidak, jika kita mau menelaah lebih dalam, semua itu justru menjadi pembeda antara kita dengan gaya hidup seekor binatang, yang jika mereka jatuh cinta tak ada aturan baik untuk mengikat atau mengarahkan mereka untuk mengekspresikan naluri-naluri dari ekspresi cinta mereka. Harusnya cara kita mengekspresikan cinta menjadi berbeda karena kita manusia bukan binatang.

Itulah dasar utama yang akan memudahkan kita menemukan arah cinta kita, setelah fase sinergitas tersepakati dengan matang. Perjalanan cinta ini adalah ruangan pembelajaran kehidupan tentang kemampuan memberi. Karena intisari cinta adalah memberi, bukan meminta, menuntut apalagi memaksa. Alurnya begitu natural terasa indah ketika ia telah ditempatkan tepat pada tempatnya.

Maka dalam penelaahan jejak tujuan kita akan menemukan bahwa cinta akan terus berkembang seiring waktu. Romantismenya terus bertumbuh menemani cerita cerita saat pertama kali bertemu, hingga terikat halal, lalu melahirkan cerita cerita kehidupan inspiratif lainnya. Inspiratif disini adalah cerita cerita kemenangan dalam setiap waktu yang tidak mengenal siaran tunda, dimana didalamnya ada cerita heroic kehidupan tentang mempertahankannya dalam kondisi segetir apapun, atau mendewasakannya dalam saksi keriput keriput diwajah, dan rambut – rambut yang kian memudar zat penghitamnya.

Tak ada yang perlu dikhawatirkan jika cinta telah menemukan tujuan jelasnya. Ia akan tetap sebuah cinta, dengan atau tanpa keriput di wajahmu. Keceriaannya akan menemani hidupmu hingga akhir waktu, kedukaan kedukaan menjadi cerita yang mengharukan di hari tuamu. Dan setiap waktunya menjadi kesaksian amal sholeh para malaikat untuk jatah bekal amal saksi akhiratmu. Sebenarnya dari semua catatan, dari semua cerita yang terlontar atau rahasia rahasia pembelajaran kehidupan yang telah dan akan hadir selanjutnya, maka seorang pemenang cinta akan mengerti bahwa hadist palsu tentang ibadah sunnah rasul disetiap malam jum’at itu, bukanlah tujuan cinta yang sebenarnya. Namun menghadirkan manfaat kehidupan, untuk mencatat sejarah sejarah berharga minimal untuk anak cucu kita kelak. Itulah tujuan cinta sebenarnya, maka kita harus mewarisi semuanya sebagai inspirasi, lalu membawa nilai kebaikannya sebagai bekal akhirat, semoga kau juga berhasil menemukan petunjuk jalan yang sebenarnya lebih dekat dari urat nadimu sendiri.

Sekali lagi ingatlah, Jangan pernah melakukan perjalanan cinta tanpa perbekalan, seperti memasuki medan pertempuran tanpa senjata, seperti menyelam ke dalam samudera Atlantik tanpa tabung Oxygen. Jangan pernah memulai pertandingan tanpa strategi. Padahal pemain belakang kita sering berselisih dengan kiper. Begitulah seharusnya cinta terumpamakan setelah kenyakinannya telah menari dalam rasa seni ketika kita menuai tujuan cinta ke dalam sebuah keputusan.
You can leave a response, or trackback from your own site.

Dokumentasi Ghurabba